TEORI-TEORI YANG BERKAITAN DENGAN CONTOH KASUS ETIKA DEONTOLOGI

Pengertian
Kata ‘etika’ berasal dari kata Yunani "ethos" yang mengandung arti yang cukup luas yaitu, kebiasaan, adab, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir. Definisi etika bisnis sendiri sangat beraneka ragam tetapi memiliki satu pengertian yang sama, yaitu pengetahuan tentang tata cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal dan secara ekonomi/sosial, dan penerapan norma dan moralitas ini menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis (Muslich,1998:4).

Teori Etika Bisnis
Ada empat macam teori etika yaitu :
1. Teori Etika Teleologi
Istilah teleologi dikemukakan oleh Christian Wolff seorang filsuf Jerman abad ke-18. Teleologi merupakan sebuah studi tentang gejala-gejala yang memperlihatkan keteraturan, rancangan, tujuan, akhir, maksud, kecenderungan, sasaran, arah, dan bagaimana hal-hal ini dicapai dalam suatu proses perkembangan.  Dalam arti umum, teleologi merupakan sebuah studi filosofis mengenai bukti perencanaan, fungsi, atau tujuan di alam maupun dalam sejarah.

Dalam dunia etika, teleologi diartikan sebagai pertimbangan moral akan baik buruknya  suatu tindakan dilakukan. Betapa pun salahnya sebuah tindakan menurut hukum, tetapi jika itu bertujuan dan berakibat baik, maka tindakan itu dinilai baik. Dengan demikian tujuan yang baik harus diikuti dengan tindakan yang benar menurut hukum. Perbincangan “baik” dan “jahat” harus diimbangi dengan “benar” dan “salah”. Ajaran teleologis ini dapat menciptakan hedonisme, ketika “yang baik” itu dipersempit menjadi “yang baik” bagi diri sendiri.

Utilitarianisme.
Berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
Utilitarianisme, dibedakan menjadi dua macam :
  • Utilitarianisme Perbuatan (Act Utilitarianism)
  • Utilitarianisme Aturan (Rule Utilitarianism)


Contoh : Melakukan kerja bakti yang diadakan di lingkungan sekitar, sebagai upaya untuk kebersihan lingkungan dan membuat tempat tersebut juga jadi nyaman dan sehat untuk masyarakatnya.

2. Teori Deontologi
Teori Deontologi yaitu berasal dari bahasa Yunani, “Deon” berarti tugas dan “Logos” berarti pengetahuan. Sehingga Etika Deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibatnya atau tujuan baik dari tindakan yang dilakukan, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada diri sendiri. Dengan kata lainnya, bahwa tindakan itu bernilai moral karena tindakan itu dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu.

Contoh : Kewajiban seseorang yang memiliki dan mempercayai agamanya, maka orang tersebut harus beribadah,  menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya.

3. Teori Hak
Teori hak yakni merupakan suatu aspek  dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis. Teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi  baik buruknya  suatu perbuatan atau perilaku.

Contoh : asisten rumah tangga yang mempunyai hak untuk mendapatkan gaji bulanannya setelah ia melakukan kewajibannya mengurus rumah dan sebagainya.

4. Teori Keutamaan
Teori keutamaan yakni memandang  sikap atau akhlak seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati dan sebagainya. Keutamaan bisa didefinisikan  sebagai berikut : disposisi watak  yang telah diperoleh  seseorang dan memungkinkan  dia untuk bertingkah  laku baik secara moral.

Contoh :
  • Kebijaksanaan : seorang pemimpin yang memiliki sifat bijaksana dalam segala urusan.
  • Keadilan : mampu bersifat adil dalam menentukan pilihan.
  • Suka bekerja keras  : mau terus berjuang dalam bekerja, sehingga pada akhirnya dapat menikmati hasil jerih payahnya yang baik.
  • Hidup yang baik : tidak pernah melakukan hal-hal yang dapat merugikan sekitarnya, dapat menikmati hidup dengan tenang, nyaman dan damai.

Macam-macam Etika
Adapun Jenis-jenis  Etika adalah sebagai berikut:

1. Etika Filosofis
Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat.
Ada  dua sifat etika, yaitu:
Non-empiris
Filsafat di golongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau kongkret. Namun filsafat berusaha melampaui yang kongkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala kongkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang nyata yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.

2. Praktis Cabang-cabang
Filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif, dimana  etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, sambil melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya.

3. Etika Teologis
Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika teologis.
Terdapat dua hal-hal yang berkait dengan etika teologis. Pertama, etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.
Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang di anutnya. Dalam hal ini, antara agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika teologisnya.

Secara umum Etika  dapat dibagi menjadi :
a. Etika Umum
Berbicara mengenai norma dan nilai moral, kondisi-kondisi dasar bagi manusia untuk bertindak secara etis,bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika, lembaga-lembaga normatif dan semacamnya.

b. Etika Khusus
Adalah penerapan prinsip-prinsip atau norma-norma moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud: Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang di latarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis: cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan/tindakan, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada akibatnya.

Etika Khusus dibagi lagi menjadi 3:
a. Etika Individual, lebih menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
b. Etika Sosial, berbicara mengenai kewajiban dan hak, sikap dan pola perilaku manusia sebagai makhluk sosial dalam interaksinya dengan sesamanya. Etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan. Karena kewajiban seseorang terhadap dirinya berkaitan langsung dan dalam banyak hal mempengaruhi pula kewajibannya dengan orang lain, dan demikian pula sebaliknya. Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia lain.
Dengan demikian luasnya lingkup dari etika sosial, maka etika sosial ini terbagi atau terpecah menjadi banyak bagian/bidang.
c. Etika Lingkungan Hidup, menjelaskan hubungan antara manusia dengan lingkungan sekitarnya dan juga hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada lingkungan hidup secara keseluruhan.

Model Etika Dalam Bisnis
Carroll dan Buchollz (2005) dalam Rudito (2007:49) membagi tiga tingkatan manajemen dilihat dari cara para pelaku bisnis dalam menerapkan etika dalam bisnisnya.

1. Immoral Manajemen
Immoral manajemen merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas bisnisnya. Para pelaku bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan dalam komunitas untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri, baik secara individu atau kelompok mereka. Kelompok manajemen ini selalu menghindari diri dari yang disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai batu sandungan dalam menjalankan bisnisnya.

2. Amoral Manajemen
Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen adalah amoral manajemen. Ada dua jenis lain manajemen tipe amoral ini, yaitu :
Pertama, manajer yang tidak sengaja berbuat amoral (unintentional amoral manager). Tipe ini adalah para manajer yang dianggap kurang peka, bahwa dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberikan efek pada pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau belum. Manajer tipe ini mungkin saja punya niat baik, namun mereka tidak bisa melihat bahwa keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak. Tipikal manajer seperti ini biasanya lebih berorientasi hanya pada hukum yang berlaku, dan menjadikan hukum sebagai pedoman dalam beraktivitas.
Kedua, tipe manajer yang sengaja berbuat amoral. Manajemen dengan pola ini sebenarnya memahami ada aturan dan etika yang harus dijalankan, namun terkadang secara sengaja melanggar etika tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bisnis mereka, misalnya ingin melakukan efisiensi dan lain-lain. Namun manajer tipe ini terkadang berpandangan bahwa etika hanya berlaku bagi kehidupan pribadi kita, tidak untuk bisnis. Mereka percaya bahwa aktivitas bisnis berada di luar dari pertimbangan-pertimbangan etika dan moralitas.

3. Moral Manajemen
Tingkatan tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah moral manajemen. Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level standar tertinggi dari segala bentuk perilaku dan aktivitas bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun juga terbiasa meletakkan prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk dalam tipe ini menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang dijalankannya secara legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang berlaku. Hukum bagi mereka dilihat sebagai minimum etika yang harus mereka patuhi, sehingga aktivitas dan tujuan bisnisnya akan diarahkan untuk melebihi dari apa yang disebut sebagai tuntutan hukum. Manajer yang bermoral selalu melihat dan menggunakan prinsip-prinsip etika seperti, keadilan, kebenaran, dan aturan-aturan emas (golden rule) sebagai pedoman dalam segala keputusan bisnis yang diambilnya.



SUMBER :

Komentar

Postingan Populer